Hari ini adalah hari yang melelahkan bagiku. Bagaimana tidak, aku harus menyelesaikan soal-soal yang diberikan guruku untuk menghadapi UAN nanti. Capek memang, tapi aku teringat nasihat guruku yang kini sulit untuk ku temui. Sejenak ku teringat masa lalu ketika aku masuk di sekolah ini. Aku masuk di sekolah Islam terfavorit di tempat tinggalku. Aku adalah anak yang sedih ketika disuruh belajar karena menurutku itu pekerjaan yang paling sulit bagiku dan membuat kepalaku semakin pening dibuatnya. Tapi beda halnya dengan pelajaran olah raga, aku sangat menyukainya dan itu satu-satunya pelajaran yang aku tunggu-tunggu.
Hari demi hari berlalu, dan kenaikan kelas pun berlangsung. Aku pasrah andaikan aku tidak naik kelas, karena sampai akhir tahun pun aku masih belum bisa membaca dan menulis. Tapi aku tidak menyangka kalau ternyata aku naik kelas juga, entah karena pertimbangan apa dari para guruku.
Aku menjalani hari-hariku di kelas dua dengan sikap yang sama tak bersemangat untuk mengikuti pelajaran selain olahraga. Meski kulihat wali kelasku dengan semangatnya mengajari aku mati-matian, aku tetap terdiam tak tergerak sedikitpun dalam diriku untuk rajin belajar. Di rumah pun aku dileskan oleh orang tuaku yang berakhir aku harus keluar karena banyak yang terganggu dengan keberadaanku, yah, aku memang suka menjahili teman-teman yang sedang belajar baik di rumah atau di sekolah supaya mereka ikut bermain denganku dan tidak memperhatikan ucapan guruku.
Berbagai kata yang terlontar dari mulut orang tuaku, guru-guruku, bahkan teman-temanku yang bernada kesal dengan sikapku itu. Namun aku tetap tak bergeming, aku hanya menertawakan setiap perkataan yang mereka lontarkan dengan cueknya. Hingga aku harus menuai hasil dari kemalasanku yaitu tidak naik kelas tiga. Bagaimana mau naik kelas sedangkan sampai kelas dua semester akhir pun aku belum bisa membaca dan menulis tapi aku tidak khawatir, itu tidak menjadi beban bagiku.
Di kelas dua yang baru ini aku mendapatkan wali kelas perempuan, Bu Yasmin namanya.
”Asyik...,” bisikku dalam hati, karena ia pasti tak sekeras wali kelasku yang laki-laki dulu.
Awal-awal masuk, Bu Yasmin membuat kesepakatan tentang peraturan yang harus kami rundingkan dan setujui bersama-sama. Ah kecil, jika aku melanggarnya pasti Bu Yasmin tidak tega untuk menghukumku. Dan entah apa maksudnya Bu Yasmin menempelkan kalimat ”aku pasti bisa” di atas papan tulis.
Hari demi hari berlalu, ternyata peraturanpun berlaku. Setiap yang melanggar harus melaksanakan keputusan yang telah disepakati bersama. Aku pasti yang sering dihukum dan aku merasa biasa-biasa saja bahkan aku bangga menjadi bahan tertawaan teman-temanku. Tapi lama-kelamaan jadi tidak seru karena Bu Yasmin melarang teman-teman menertawakan saat ada temannya yang menjalani suatu hukuman. Bahkan Bu Yasmin menasihati kepada kami semua supaya saling mengingatkan teman yang bersalah dengan benar dan tidak menertawakannya.
Seperti biasa, aku pasti pulang paling terakhir karena aku malas menyelesaikan pekerjaan dari guruku sehingga aku disuruh menyelesaikannya sampai selesai, tapi aku tetap biasa-biasa saja sampai tukang becak carteranku bersunggut-sunggut karena lama menungguku. Sampai suatu hari Bu Yasmin memanggilku sepulang sekolah. Aku masih ingat ucapan Bu Yasmin saat itu, ”Han, bu guru ingin tanya kepada kamu. Kamu berangkat sekolah untuk apa ?” Saat itu aku hanya cengar-cengir tidak menjawab. Lalu Bu Yasmin bercerita tentang anak-anak yang dijalanan yang nasibnya jauh dari kecukupan. Kemudian beliau bertanya kepadaku apakah pernah aku mensyukuri nikmat yang diberikan Allah ? Jawabku pernah,
”Saya sering sholat bu,” jawabku.
”Han, bukan sholat saja tanda kamu bersyukur. Menggunakan semua yang diberikan Allah kepadamu dengan baik dan sungguh-sungguh termasuk otak adalah tanda syukur juga,” nasihatnya.
Mendengar itu aku terdiam. ”Tapi bu, aku tidak pintar seperti Nino, Mahib atau Qori,” kilahku.
”Siapa bilang kamu tidak pintar? Allah menciptakan manusia dengan kelebihan yang berbeda-beda,” jelas Bu Yasmin.
”Ibu lihat larimu juga kencang sekali dan sulit bagi teman-temanmu untuk mengejarmu, benar tidak yang ibu bilang?” tanya Bu Yasmin.
”Benar, bu..,” dengan bangga aku menjawab.
”Nah, sekarang ibu tanya kenapa Farhan bisa lari secepat itu?” tanya Bu Yasmin lagi.
”Soalnya Farhan suka kalau disuruh lari, bu,” jawabku.
”Nah itu dia, karena kamu menyukainya, coba kalau kamu suka belajar apa saja pasti bisa. Ayo, ibu yakin kamu pasti bisa,” kata Bu Yasmin memberi semangat.
Begitulah percakapanku dengan Bu Yasmin saat itu yang sampai saat ini terus terngiang-ngiang di telingaku.
Keesokan harinya aku mencoba untuk menyukai belajar, tapi sulit juga ya. Setiap aku putus asa Bu Yasmin menasihati aku untuk berusaha dan berusaha terus sambil berkata dalam hati ”aku pasti bisa, aku harus bisa dan akulah sang bintang”.
Tak terasa hari-hari pun silih berganti sehingga aku menyandang predikat siswa teladan sampai kelas 6 ini.
Aku bahagia sekali saat itu sampai akhirnya aku dengar kabar bahwa Bu Yasmin tidak akan mengajar lagi di sekolahku. Aku masih ingat peristiwa yang mengharukan itu, ketika kenaikan kelas kami mengadakan perpisahan kelas dengan acara rujakan. Sebelum makan rujak Bu Yasmin mengingatkan kami untuk tetap rajin belajar dan berdo’a. Kami terdiam dan mengangguk-angguk. Dengan senyumnya yang manis karena bahagia melihat kami naik kelas semuanya, alhamdulillah...
Saat itu Bu Yasmin mengulang-ulang kalimat yang sama ,”Anak-anakku sayang, ingat pesan bu guru. Jika suatu saat nanti ada orang, bapak atau ibu guru sekalipun yang menyuruhmu kerja sama atau saling menyontek saat ujian, kamu boleh tidak mentaatinya. Ingat, Allah Maha Melihat. Allah tidak suka pada orang yang tidak jujur. Ingat ya, nak. Jaga akhlaq kalian baik-baik. Insya Allah tahun depan ibu tidak mengajar disini lagi. Tapi meski begitu ibu tetap sayang kalian semua.
Bagai disambar petir kami terkejut dan satu persatu berucap, kenapa, bu? Ibu mau kemana? Ibu jangan pergi... dan sebagainya yang berakhir dengan tangisan satu kelas yang sangat memilukan, sehingga kami semua lupa dengan rujak yang mau kami makan. Aku hampir tidak percaya dengan kenyataan ini.
Bulan Juli kami mulai masuk sekolah. Aku langsung mencari Bu Yasmin tapi tidak ada. Ternyata teman-temanku pun mencarinya, juga tidak ada. Kami menunggu Bu Yasmin di pintu gerbang seperti biasanya. Namun sampai bel berbunyipun Bu Yasmin tidak terlihat.
Akhirnya kami menyadari bahwa Bu Yasmin sudah benar-benar pergi. Ma’afkan kami, bu. Terima kasih atas jasa ibu pada kami.
Syair Untukmu Guruku Tersayang
Dimana akan kucari
Aku menangis seorang diri
Hatiku selalu ingin bertemu
Denganmu guruku sayang
Lihatlah waktu berlalu
Namun tiada seindah dulu
Datanglah, aku ingin bertemu
Guruku... yang membimbingku
Aku, jadi juara...
Aku, jadi beriman...
Jasamu tiada tara...
Terima kasih, guruku...
Terinspirasi dari malaikat kecil 2004
Read more...