We are never too old to learn!

>> Senin, 27 April 2009

Dalam kehidupan dibutuhkan banyak pengorbanan sebagai ungkapan cinta yang terindah untuk Sang Pencipta. Senang atau susah, Bagaimanapun keadaannya dan sikap yang kita tampilkan, roda kehidupan tetap akan berjalan atas perintah-Nya. hidup kita (saya dan anda yang merasa tertatih dan tersendat) bergerak pelan, atau bahkan pernah mogok dan salah arah, itu adalah realitas yang mesti disadari dan diterima apa adanya. Namun usaha dan proses tidak pernah mengenal kata berhenti. Namun perjalanan untuk menjadi lebih mengerti, lebih paham, lebih baik, tidak pernah mengenal kata terlambat. Namun belajar tidak pernah mengenal kata terlalu tua. Kita hanya perlu menyadari dan menghujamkan dalam hati: bahwa kita, sampai usia berapa pun, tidak boleh berhenti belajar. Kita, sampai kapan pun, tidak boleh merasa puas dan cukup dengan apa yang telah dicapai. Hidup adalah proses, maka ia hanya akan bermakna dalam arti yang sesungguhnya jika dijalankan tahap-tahapnya. Seperti nasihat Prawoto Mangkusasmito, tokoh politik islam masa orde lama, dalam suratnya kepada anaknya.

"Perjuangan adalah suatu garis, suatu proses, bukan suatu titik. Yang ada ialah garis mendaki, garis menurun, garis mendatar. Pencapaian ialah suatu titik, yang segera akan dilalui, akan lenyap atau tumbuh, tergantung amal pemeliharaannya. Perjuangan adalah usaha penyempurnaan dan pemeliharaan yang tak kunjung putus selama hayat di kandung badan."

Semoga kita bisa mengilhami semut-semut kecil yang ia nya gampang sekali kita temukan di sekitar kita. Kegigihannya dan ketekunannya semoga menyadarkan kita bahwa karunia Allah begitu luas kalau kita mau mengusahakannya.

Jangan kita hentikan langkah kecil kaki kita yang mulai menapak. Jangan hiraukan para penghujat dan pencela. Yakinkan dalam diri kita bahwa mereka tak akan mampu menghentikan kita untuk meraih kemuliaan sebagai makhluk Allah SWT. Dengan tarbiyah kita ..dengan kekuatan azzam kita menghadapi rintangan kehidupan. Semoga mimpi-mimpi indah baik secara personal maupun jama’i itu bisa kita raih bersama. Amien ! Wallahu’alam bishowab!

Maka sekali lagi: We are never too old to learn!

Read more...

Dasyatnya Pesona Misteri

>> Rabu, 15 April 2009





Mata pelajaran Siroh Nabawiyah sangat menarik bagi anak-anak jika disampaikan dalam bentuk cerita penuh ekspresi dan penjiwaan yang kuat. Namun pelajaran siroh ini akan menjadi sosok yang menakutkan dan membosankan bagi mereka jika mereka harus menulis dan menulis terus tentang semua kisah dalam siroh yang diajarkan. Hal ini sudah dapat ditebak, mengingat padatnya aktivitas mereka dari pagi hingga sore hari yang banyak menyita energi dan pikiran mereka.Adalah sebuah kekerasan apabila masalah pencatatan setiap kisah tadi terus dilakukan dalam sebuah paksaan.Terus bagaimana caranya agar membuat mereka tertarik pelajaran siroh selain dengan cara bercerita tadi? mereka juga kan harus menulisnya supaya ingat dan bisa untuk belajar sehari-hari ulangan harian, UTS, dan UAS?Kalau untuk mengasah ingatan mereka supaya kuat, ajaklah mereka untuk menonton VCD tentang kisah yang dimaksud dan bermain peran tentang kisah tersebut.Insyaallah ingatan tentang apa yang telah dilakukan akan lebih kuat. Lalu, apa solusinya supaya mereka menulis kisah tanpa membebani mereka?mereka kan harus punya catatannya karena tidak ada buku pegangan untuk siswa saat ini?. OK, jika tujuan akhir kita adalah ada catatan pegangan anak-anak, kita bisa membantu merangkumkan kisah yang dimaksud dan memperbanyaknya untuk dijadikan pegangan mereka. Tapi jika tujuan kita untuk membuat anak-anak senang menulisnya sendiri dengan senang hati, siswa siswi kelas 3 SDIT Insan Kamil Sidoarjo bisa membuktikannya dengan permainan “APA KATA MISTER EMAIL “.Permainan apakah ini?
Permainan “APA KATA MISTER EMAIL”, ini adalah permainan terbaru yang sangat menyenangkan sekaligus menegangkan bagi anak-anak, karena di dalamnya penuh misteri yang membuat mereka penasaran.Dalam permainan ini terdapat amplop-amplop tertutup rapat yang isinya terdiri dari 1 lembaran kecil bertuliskan pertanyaan (disebut sebagai kata-kata dari Mister Email) dan 1 lembaran lebih lebar bertuliskan kisah dalam siroh yang dipelajari (disebut sebagai agenda/catatan harian Mister Email). Amplop itu diletakkan menyebar dibangku-bangku yang ditentukan. Siswa boleh membuka amplop tersebut jika sudah meneriakkan passwordnya yaitu APA KATA MISTER EMAIL? lalu mereka menulis pertanyaan dan menjawabnya dari catatan agenda Mister Email di buku tulis mereka.Kemudian mereka harus memasukkan kembali 2 lembar kertas tadi ke dalam amplop jika ada instruksi dari ustadzah dengan kata “DI TUTUP...! dan mereka menjawabnya dengan “Mister Email Malu!” dengan intonasi suara yang diinginkan. Setelah itu, apabila ada aba-aba dari ustadzah dengan kata “PINDAH...” maka mereka harus berpindah ke bangku yang ada Mister Emailnya yang lain dalam hitungan 1 sampai dengan 10.
Bagaimana teman-temanku? bukankah lebih seru dan menyenangkan?
Semoga ini bisa bermanfaat bagi siapa saja. Amien...

Read more...

Mengharu Biru

Adalah sebuah kebahagiaan yang tak terkira jika kita mendapat kesempatan selalu berada didekat guru - guru kecil yang polos ini.Betapa bahagia melihat semangat pantang menyerah mereka untuk membuat alamat email yang sebelumnya sangat asing bagi mereka, meskipun harus berulang kali mereka mengisi daftar yang harus diisi sebagai syarat mempunyai alamat email itu.Alhamdulillah... kesabaran dan kerja keras mereka menjadi pelajaran bagi saya dan kita semua.

Read more...

Kau Yang Telah Pergi

>> Selasa, 07 April 2009






Hari ini adalah hari yang melelahkan bagiku. Bagaimana tidak, aku harus menyelesaikan soal-soal yang diberikan guruku untuk menghadapi UAN nanti. Capek memang, tapi aku teringat nasihat guruku yang kini sulit untuk ku temui. Sejenak ku teringat masa lalu ketika aku masuk di sekolah ini. Aku masuk di sekolah Islam terfavorit di tempat tinggalku. Aku adalah anak yang sedih ketika disuruh belajar karena menurutku itu pekerjaan yang paling sulit bagiku dan membuat kepalaku semakin pening dibuatnya. Tapi beda halnya dengan pelajaran olah raga, aku sangat menyukainya dan itu satu-satunya pelajaran yang aku tunggu-tunggu.
Hari demi hari berlalu, dan kenaikan kelas pun berlangsung. Aku pasrah andaikan aku tidak naik kelas, karena sampai akhir tahun pun aku masih belum bisa membaca dan menulis. Tapi aku tidak menyangka kalau ternyata aku naik kelas juga, entah karena pertimbangan apa dari para guruku.
Aku menjalani hari-hariku di kelas dua dengan sikap yang sama tak bersemangat untuk mengikuti pelajaran selain olahraga. Meski kulihat wali kelasku dengan semangatnya mengajari aku mati-matian, aku tetap terdiam tak tergerak sedikitpun dalam diriku untuk rajin belajar. Di rumah pun aku dileskan oleh orang tuaku yang berakhir aku harus keluar karena banyak yang terganggu dengan keberadaanku, yah, aku memang suka menjahili teman-teman yang sedang belajar baik di rumah atau di sekolah supaya mereka ikut bermain denganku dan tidak memperhatikan ucapan guruku.
Berbagai kata yang terlontar dari mulut orang tuaku, guru-guruku, bahkan teman-temanku yang bernada kesal dengan sikapku itu. Namun aku tetap tak bergeming, aku hanya menertawakan setiap perkataan yang mereka lontarkan dengan cueknya. Hingga aku harus menuai hasil dari kemalasanku yaitu tidak naik kelas tiga. Bagaimana mau naik kelas sedangkan sampai kelas dua semester akhir pun aku belum bisa membaca dan menulis tapi aku tidak khawatir, itu tidak menjadi beban bagiku.
Di kelas dua yang baru ini aku mendapatkan wali kelas perempuan, Bu Yasmin namanya.
”Asyik...,” bisikku dalam hati, karena ia pasti tak sekeras wali kelasku yang laki-laki dulu.
Awal-awal masuk, Bu Yasmin membuat kesepakatan tentang peraturan yang harus kami rundingkan dan setujui bersama-sama. Ah kecil, jika aku melanggarnya pasti Bu Yasmin tidak tega untuk menghukumku. Dan entah apa maksudnya Bu Yasmin menempelkan kalimat ”aku pasti bisa” di atas papan tulis.
Hari demi hari berlalu, ternyata peraturanpun berlaku. Setiap yang melanggar harus melaksanakan keputusan yang telah disepakati bersama. Aku pasti yang sering dihukum dan aku merasa biasa-biasa saja bahkan aku bangga menjadi bahan tertawaan teman-temanku. Tapi lama-kelamaan jadi tidak seru karena Bu Yasmin melarang teman-teman menertawakan saat ada temannya yang menjalani suatu hukuman. Bahkan Bu Yasmin menasihati kepada kami semua supaya saling mengingatkan teman yang bersalah dengan benar dan tidak menertawakannya.
Seperti biasa, aku pasti pulang paling terakhir karena aku malas menyelesaikan pekerjaan dari guruku sehingga aku disuruh menyelesaikannya sampai selesai, tapi aku tetap biasa-biasa saja sampai tukang becak carteranku bersunggut-sunggut karena lama menungguku. Sampai suatu hari Bu Yasmin memanggilku sepulang sekolah. Aku masih ingat ucapan Bu Yasmin saat itu, ”Han, bu guru ingin tanya kepada kamu. Kamu berangkat sekolah untuk apa ?” Saat itu aku hanya cengar-cengir tidak menjawab. Lalu Bu Yasmin bercerita tentang anak-anak yang dijalanan yang nasibnya jauh dari kecukupan. Kemudian beliau bertanya kepadaku apakah pernah aku mensyukuri nikmat yang diberikan Allah ? Jawabku pernah,
”Saya sering sholat bu,” jawabku.
”Han, bukan sholat saja tanda kamu bersyukur. Menggunakan semua yang diberikan Allah kepadamu dengan baik dan sungguh-sungguh termasuk otak adalah tanda syukur juga,” nasihatnya.
Mendengar itu aku terdiam. ”Tapi bu, aku tidak pintar seperti Nino, Mahib atau Qori,” kilahku.
”Siapa bilang kamu tidak pintar? Allah menciptakan manusia dengan kelebihan yang berbeda-beda,” jelas Bu Yasmin.
”Ibu lihat larimu juga kencang sekali dan sulit bagi teman-temanmu untuk mengejarmu, benar tidak yang ibu bilang?” tanya Bu Yasmin.
”Benar, bu..,” dengan bangga aku menjawab.
”Nah, sekarang ibu tanya kenapa Farhan bisa lari secepat itu?” tanya Bu Yasmin lagi.
”Soalnya Farhan suka kalau disuruh lari, bu,” jawabku.
”Nah itu dia, karena kamu menyukainya, coba kalau kamu suka belajar apa saja pasti bisa. Ayo, ibu yakin kamu pasti bisa,” kata Bu Yasmin memberi semangat.
Begitulah percakapanku dengan Bu Yasmin saat itu yang sampai saat ini terus terngiang-ngiang di telingaku.
Keesokan harinya aku mencoba untuk menyukai belajar, tapi sulit juga ya. Setiap aku putus asa Bu Yasmin menasihati aku untuk berusaha dan berusaha terus sambil berkata dalam hati ”aku pasti bisa, aku harus bisa dan akulah sang bintang”.
Tak terasa hari-hari pun silih berganti sehingga aku menyandang predikat siswa teladan sampai kelas 6 ini.
Aku bahagia sekali saat itu sampai akhirnya aku dengar kabar bahwa Bu Yasmin tidak akan mengajar lagi di sekolahku. Aku masih ingat peristiwa yang mengharukan itu, ketika kenaikan kelas kami mengadakan perpisahan kelas dengan acara rujakan. Sebelum makan rujak Bu Yasmin mengingatkan kami untuk tetap rajin belajar dan berdo’a. Kami terdiam dan mengangguk-angguk. Dengan senyumnya yang manis karena bahagia melihat kami naik kelas semuanya, alhamdulillah...
Saat itu Bu Yasmin mengulang-ulang kalimat yang sama ,”Anak-anakku sayang, ingat pesan bu guru. Jika suatu saat nanti ada orang, bapak atau ibu guru sekalipun yang menyuruhmu kerja sama atau saling menyontek saat ujian, kamu boleh tidak mentaatinya. Ingat, Allah Maha Melihat. Allah tidak suka pada orang yang tidak jujur. Ingat ya, nak. Jaga akhlaq kalian baik-baik. Insya Allah tahun depan ibu tidak mengajar disini lagi. Tapi meski begitu ibu tetap sayang kalian semua.
Bagai disambar petir kami terkejut dan satu persatu berucap, kenapa, bu? Ibu mau kemana? Ibu jangan pergi... dan sebagainya yang berakhir dengan tangisan satu kelas yang sangat memilukan, sehingga kami semua lupa dengan rujak yang mau kami makan. Aku hampir tidak percaya dengan kenyataan ini.
Bulan Juli kami mulai masuk sekolah. Aku langsung mencari Bu Yasmin tapi tidak ada. Ternyata teman-temanku pun mencarinya, juga tidak ada. Kami menunggu Bu Yasmin di pintu gerbang seperti biasanya. Namun sampai bel berbunyipun Bu Yasmin tidak terlihat.
Akhirnya kami menyadari bahwa Bu Yasmin sudah benar-benar pergi. Ma’afkan kami, bu. Terima kasih atas jasa ibu pada kami.

Syair Untukmu Guruku Tersayang

Dimana akan kucari
Aku menangis seorang diri
Hatiku selalu ingin bertemu
Denganmu guruku sayang
Lihatlah waktu berlalu
Namun tiada seindah dulu
Datanglah, aku ingin bertemu
Guruku... yang membimbingku
Aku, jadi juara...
Aku, jadi beriman...
Jasamu tiada tara...
Terima kasih, guruku...

Terinspirasi dari malaikat kecil 2004

Read more...

Yang Manakah Anda?

>> Kamis, 02 April 2009


Siapakah orang yang sibuk ?
Orang yang sibuk adalah orang yang tidak mengambil pusing akan waktu shalatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s.

Siapakah orang yang manis senyumannya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang di timpa musibah lalu dia kata "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu sambil berkata, "Ya Rabbi Aku ridha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.

Siapakah orang yang kaya?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.

Siapakah orang yang miskin?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada senantiasa menumpuk-numpukkan harta.

Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk melakukan ibadat dan amal-amal kebaikan.

Siapakah orang yang paling cantik?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan di mana kuburnya akan di perluaskan kemana mata memandang.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi menghimpit?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikan lalu kuburnya menghimpitnya.

Siapakah orang yang mempunyai akal?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni surga kelak karena telah mengunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.

Siapakah orang yang bijak?
Orang yang bijak ialah org yang tidak membiarkan atau membuang tulisan ini begitu saja, malah dia akan menyampaikan pula pada orang lain untuk dimanfaatkan dan mengambil contoh sebagai sandaran dan pedoman kehidupan sehari-hari.

Read more...

Saya, Anda, atau Merekakah Pahlawan Itu?

Lukisan itu indah sekali. Sebuah pemandangan heroik pasukan berkuda yang tengah berbaris kokoh. Kuda-kudanya berdiri gagah dan berbaris rapi ditunggangi prajurit-prajurit dengan mata tajam penuh semangat, kepulan debu padang pasir dan warna jingga langit senja yang berawan tipis menambah hidup sang lukiskan. Satu kuda di depan barisan itu nampak berbeda dari yang lainnya, lebih gagah dan lebih indah aksesorinya. Tetapi anehnya, kuda itu tidak ada penunggangnya. Di bawah lukisan itu tertulis sebuah pertanyaan dalam bahasa arab, mataa jaa-a Shalahuddin? yang berati kapan Shalahuddin datang?

Saya tidak melihat lukisan yang dipamerkan di sebuah festival di Kuwait itu, tapi kira-kira seperti itulah Dr. Thariq Suaidan menggambarkan lukisan itu dalam sebuah acara yang diliput channel Iqra, Saudi Arabia. "Kalaam faarig!" (omong kosong!) Dr. Suaidan menanggapi lukisan yang digambarkannya itu. "Para pahlawan seperti Shalahuddin bukan untuk dinanti, tapi harus dilahirkan," sambungnya.

Saya lalu teringat pada buku Anis Matta, Mencari Pahlawan Indonesia. Semangat buku itu sama dengan semangat tanggapan Dr. Suaidan terhadap lukisan tadi. Bahwa pahlawan itu tidak diturunkan dari langit yang tinggal kita tunggu saja. Lalu saya pun meraba diri, sayakah pahlawan itu? Seketika, kesadaran memberikan gambaran yang sangat jelas tentang begitu banyaknya kekurangan saya, sekaligus gambaran betapa berat dan panjangnya jalan menuju kejayaan. Hingga kemenangan itu semakin sulit dirasionalkan. Semua kondisi sulit ini hampir menjawab pertanyaan saya, bahwa saya bukanlah pahlawan itu. Tapi kata Anis Matta, pahlawan juga manusia biasa. Saya sedikit terhibur.

Jika kehadiran pahlawan itu bukan sesuatu yang cukup dinantikan tapi harus dilahirkan, saya berpikir apa yang bisa diperbuat untuk menghadirkan pahlawan oleh orang-orang biasa seperti saya, seorang mahasiswa? Atau ibu saya, seorang ibu rumah tangga? Atau adik-kakak saya, yang bukan orang yang memiliki posisi penting?

Kemudian saya kembali bertanya, mungkinkah saya pahlawan itu? Atau kalau tidak, mungkinkah satu dari keluarga saya pahlawan itu? Kalau tidak, mungkinkah satu di antara anak-anak saya kelak? Atau seseorang dari kampung saya? Atau seseorang di tanah air ini? Ah, sesungguhnya saya teramat ingin, sayalah pahlawan itu. Atau paling tidak anak-anak sayalah pahlawan itu.

Semakin asyik saya berpikir tentang pahlawan. Lalu saya sering membandingkan, ketika seusiaku, para pahlawan sudah berbuat apa? Misalnya, ketika seusiaku (bahkan lebih muda dariku) seorang Imam Syahid Hasan Al-Banna sudah mengasas organisasi Islam terbesar abad ini, Ikhwanul Muslimin. Lalu bagaimana dengan saya? Terlalu jauh. Saya juga sering mencari-cari, adakah kebiasaan yang saat ini saya miliki yang akan menjadi benih dari karya-karya besar kepahlawanan? Mengingat apa yang pernah dikatakan Aristoteles bahwa keunggulan itu bukan suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan. Sayangnya, saya hampir tidak menemukannya.

Walau demikian, saya bersyukur karena saya punya orang-orang seperti Dr. Thariq Suaidan dan Anis Matta yang telah menanamkan benih-benih kepahlawanan dalam benak saya. Mungkin saat ini nilai-nilai kepahlawanan itu baru sekedar mimpi dan lintasan pikiran yang menari-nari di benak. Tetapi, seiring dengan waktu, saya yakin persepsi itu akan mengkristal, dan pada momentumnya yang tepat akan menjadi kekuatan besar yang melahirkan karya besar kepahlawanan. Insya Allah.

Sekali lagi, kalau bukan oleh saya, mungkin satu dari anggota keluarga saya. Atau satu dari anak-anak saya kelak. Atau paling tidak satu dari kampung saya. Yang pasti pahlawan itu akan lahir dari orang-orang yang dalam benaknya sudah tertanam benih-benih kepahlawanan. Kehadiran mereka akan menjawab kekhawatiran sejarah yang, kata Anis Matta, sedang mengalami kemandulan dalam melahirkan pahlawan. Insya Allah.

Akhirnya saya teringat pada sebuah pesan dalam pepatah Arab:

"Serupailah orang-orang terhormat, jika kalian tidak bisa sama persis seperti mereka. Karena menyerupai orang-orang terhormat itu adalah kemenangan."

(tasyabbahuu bilkiraam in-lam takuunuu mitslahum, fainnat-tasyabbuhu bilkiraam falaahun).

Wallahu 'alam.

Read more...